bukupediaikan - Keindahan alam laut tidak pernah hilang dari kebahayaan dari racun dan predator. Pada kesempatan kali ini kami akan memberikan beberapa artikel yang berkaitan tentang pembahasan mengenai Gurita Cincin Biru Anggun Mematikan. Berikut ini akan kami berikan beberapa ulasan dan pembahasan yang berkaitan mengenai Gurita Cincin Biru Anggun Mematikan
Gurita cincin biru (blue ringed octopus) adalah salah satu jenis gurita paling menarik yang pernah diketahui oleh manusia. Nama “cincin biru” diberikan pada hewan ini karena adanya pola totol-totol menyerupai cincin berwarna biru di sekujur tubuhnya. Karena pewarnaannya yang unik tersebut itulah, gurita cincin biru menjadi salah satu hewan laut paling menarik & paling indah bila dilihat. Namun jangan tertipu dengan keindahannya karena faktanya, gurita cincin biru adalah salah satu hewan laut paling berbahaya bagi manusia! Ingin tahu seberapa berbahayanya hewan ini? Silakan diteruskan bacanya…
Seperti yang sudah disinggung di paragraf awal, gurita cincin biru mudah dikenali dengan melihat adanya pola berupa cincin alias lingkaran dengan garis luar berwarna biru di sekujur tubuhnya. Dalam kondisi biasa semisal saat sedang beristirahat, pola cincin biru tersebut kurang terlihat jelas karena warna kulitnya cenderung menyerupai warna lingkungan sekitarnya. Namun ketika merasa marah atau terganggu, pola cincin birunya terlihat menjadi jauh lebih jelas. Fenomena perubahan warna tersebut disinyalir merupakan salah satu cara bagi sang gurita untuk menakut-nakuti musuhnya sekaligus sebagai sinyal peringatan untuk memberitahu bahwa dirinya beracun.
Ada 3 spesies hewan yang bisa disebut sebagai gurita cincin biru & semuanya termasuk ke dalam genus Hapalochlaena. Ketiga spesies itu adalah gurita cincin biru besar (Hapalochlaena lunulata), gurita cincin biru kecil (Hapalochlaena maculosa), & gurita bergaris biru (Hapalochlaena fasciata). Secara garis besar, ketiga spesies tersebut memiliki ciri khas berupa adanya pola cincin biru pada kulitnya (ya iyalah, namanya aja udah “cincin biru”, hehehe…). Selain ketiga spesies tersebut, sebenarnya ada 1 spesies lagi dengan nama ilmiah Hapalochlaena nierstraszi yang keberadaan & statusnya masih diperdebatkan para ahli karena minimnya spesimen yang ditemukan.
Masing-masing spesies gurita cincin biru lebih lanjut dibedakan berdasarkan karakteristik pola cincin biru pada tubuhnya. Gurita cincin biru besar (Hapalochlaena lunulata) adalah gurita cincin biru yang paling umum di mana mereka memiliki diameter cincin yang paling besar dibandingkan spesies lainnya & kulitnya bertekstur kasar karena adanya benjolan-benjolan kecil di permukaannya. Gurita cincin biru kecil (Hapalochlaena maculosa) di lain pihak diameter cincinnya lebih kecil – kurang dari 2 mm. Spesies terakhir, yakni gurita bergaris biru (Hapalochlaena fasciata), hanya memiliki pola cincin-cincin kecil di bagian lengan, sementara pola yang dominan di bagian punggungnya adalah pola garis-garis biru.
SANG PEMALU YANG BERUMUR PENDEK
Gurita cincin biru bisa ditemukan di perairan laut dangkal (kedalaman kurang dari 30 m) di Australia & Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Kondisi dasar laut yang banyak dihuni oleh gurita ini biasanya berupa dasar laut yang berpasir atau berlumpur dengan batu-batu karang & alga di dekatnya. Mereka adalah hewan pemalu yang berarti mereka selalu berusaha menyembunyikan diri mereka dari hewan lain dengan cara memipihkan tubuhnya & kemudian mengubah warnanya menyerupai warna lingkungan sekitar sehingga sulit dilihat.
Ketika musim kawin tiba, gurita cincin biru akan mulai aktif mencari pasangannya. Proses perkawinan terjadi ketika gurita jantan “memeluk” gurita betina & memasukkan hektokotilus (hectocotylus) – bagian lengan yang sudah dimodifikasi sebagai penyalur sperma – miliknya ke lubang kelamin betina hingga sperma selesai disalurkan. Dalam kasus lain, pejantan memasukkan hektokotilusnya berulang-ulang di mana proses perkawinan biasanya baru berhenti bila betina yang memaksa pejantan menghentikan proses perkawinan (hehehe, jantannya keenakan…). Usai melakukan perkawinan, gurita betina selanjutnya pergi mencari tempat yang aman untuk bertelur semisal cangkang tiram yang kosong atau cekungan batu.
Betina yang sudah menemukan tempat bertelur yang pas selanjutnya mulai menaruh telur-telurnya di mana telur-telur tersebut biasanya berjumlah puluhan butir & memerlukan waktu sekitar 2 bulan untuk menetas. Selama menunggu telur-telur tersebut menetas, betina selalu berada di samping telur-telurnya & tidak pernah makan sehingga ketika telur-telur itu menetas, betina akan mati akibat kelaparan. Kendati di satu sisi terlihat ironis karena sang induk harus mati dalam menjaga telur-telurnya, di sisi lain perilaku tersebut sangat efektif untuk menjamin bahwa sebagian besar telur yang dikeluarkan betina akan berhasil menetas.
Anak gurita yang baru menetas normalnya akan hidup terombang-ambing terlebih dahulu sebagai bagian dari zooplankton selama beberapa waktu sebelum menjalani fase berikutnya sebagai gurita muda yang hidup di dasar laut. Namun pada spesies gurita cincin biru kecil & gurita bergaris biru, anakannya tidak menjalani fase zooplanktonik & langsung hidup sebagai gurita muda yang menghuni dasar laut. Seekor gurita cincin biru diperkirakan mencapai kematangan seksual pada usia 4 bulan & memiliki usia maksimal 2 tahun, sementara ukuran maksimalnya mencapai 20 cm.
GURITA, RACUN DUNIA…
Sekarang mari kita bicara soal apa yang membuat gurita ini berbahaya bagi manusia, yaitu soal racunnya. Sebelum bicara lebih jauh soal racun, perlu diketahui bahwa pada dasarnya semua gurita menghasilkan racun. Racun tersebut sebenarnya adalah air liur yang fungsi utamanya menyerupai racun pada laba-laba, yaitu untuk melelehkan jaringan tubuh mangsanya sehingga bisa “diminum”. Kebetulan makanan dari gurita sendiri umumnya memang hewan-hewan berkulit keras seperti kepiting & udang lobster. Khusus untuk gurita cincin biru, mangsanya mencakup hewan-hewan kecil seperti umang-umang & udang kecil.Supaya lebih jelas, ada bagusnya kita menyimak sekalian bagaimana proses makan pada gurita. Gurita biasa mencari makan dengan cara merayap pelan-pelan di dasar laut dengan memakai lengannya yang peka & matanya yang tajam. Ketika sudah menemukan makanannya yang biasanya merupakan hewan-hewan lambat seperti kepiting, gurita akan melilit mangsanya tersebut dengan lengannya, lalu melubangi kulit mangsanya yang keras dengan bibirnya yang berbentuk seperti paruh kakatua.